Rabu, 16 Oktober 2013

BIOGRAFI MARWAN BIN HAKAM

A.    Sekilas tentang Marwan bin Hakam
Marwan bin Hakam merupakan Khalifah keempat dari daulat bani Umaiyyah setelah Muawiyyah II atau Muawiyyah bin Yazid berkuasa. Dan jika dilihat dari silsilah dia merupakan cucu dari Abul ‘Ash yang juga merupakan kakek dari Ustman bin Affan.
Setelah terputusnya keturunan Muawiyyah dalam melanggengkan kekuasaan dikarenakan berakhirnya kekuasaan Muawiyyah II atau Muawiyyah bin Yazid maka kursi kekuasaan pun beralih ke bani Marwan setelah keluarga besar Umayyah mengangkatnya sebagai khalifah. Karena dari keluarga besar Umaiyyah beraggapan bahwa Marwan bin Hakam adalah orang yang tepat untuk mengendalikan kekuasaan karena pengalamanya. Tetapi masa pemerintahannya hanya berlangsung selama setahun. Selanjutnya kepemerintahannya diturunkan kepada anaknya yaitu Abdul Malik bin Marwan.[1]
B.     Peradaban Islam di Masa Marwan bin Hakam
Ketika pada saat akhir pemerintahan Muawiyah bin Yazid, ia mengundurkan diri tanpa menunjuk seorang pun sebagai penggantinya. Para pemuka dan pembesar keluarga Bani Umayyah yang tetap ingin mempertahankan jabatan khilafah berada di tangan mereka, segera mengangkat Marwan bin Hakam sebagai khalifah keempat Bani Umayyah.
Dalam perjalanan karier politik Marwan bin Hakam sebenarnya sudah dimulai sejak pada masa khalifah Ustman bin Affan. Marwan bin Hakam bukanlah sosok baru dalam catur perpolitikan kala itu. Sebelumnya, ia pernah menjabat penasihat Khalifah Utsman bin Affan. Pengaruhnya tidak kecil terhadap kebijakan pemerintahan. Tak sedikit kebijakan yang ditelurkan Khalifah Utsman kental aroma kekeluargaan. Beberapa gubernur kala itu banyak yang diganti dengan orang-orang dari pihak keluarga Umayyah. Misalnya, jabatan gubernur di Mesir yang dipegang oleh Amr bin Ash, diganti oleh Abdullah bin Sa’ad. Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil menaklukkan wilayah Syria dan Palestina dari tangan Romawi, jabatannya digantikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Sa’ad bin Abi Waqqash yang berhasil menaklukkan wilayah Irak dan Iran dari tangan Persia, jabatannya digantikan oleh Ziyad bin Abihi. Begitu pun dengan beberapa wilayah lain. Sebagian besar para pemimpinnya diganti dengan orang-orang dari pihak keluarga Umayyah. Kebijakan ini tak bisa dilepaskan begitu saja dari pengaruh Marwan bin Hakam, mengingat kondisi Khalifah Utsman yang sudah lanjut usia kala itu.
Tapi kemudian setelah terjadi perang jamal yakni peperangan antara Ali bin Abi Thalib dan Aisyah setelah peperangan selesai, kemudian Marwan mengundurkan diri dari gelanggang politik dia memberikan bai’ah dan memberikan sumpah setianya atas Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah, kemudian ia menetap di Madinah. Dan ketika Muawiyyah bin Abi Sofyan menjadi Khalifah, dia pun diangkat Muawiyyah sebagai bagian dari pemerintahannya karena Muawiyyah beranggapan bahwa Marwan juga telah melakukan peranan penting dalam peristiwa perang Jamal, yakni melemahkan Ali serta menewaskan Thalhah dengan panahnya. [2]
Berdasarkan pada hal-hal diatas, maka Muawiyyah pun mengangkat Marwan bin Hakam menjadi gubernur di Madinah ketika masa pemerintahan Yazid bin Muawiyyah dan juga menjadi pembantunya yang terdekat dalam kursi pemerintahan, serta menjadi salah seorang penasehat pemerintahan di Damaskus.
Bertepatan dengan itu, keadaan Ibnu Zubair ketika itu mengalami kemajuan yang pesat. Penduduk Hejaz telah tunduk kepadanya. Begitu pula penduduk Kufah dan Basrah. Ubaidullah ibnu Ziyad telah meninggalkan Kufah dan Basrah karena tekanan suasana. Juga penduduk Jazirah telah tunduk kepadanya. Begitu pula pemimpin pemerintahan di Syam, dan mereka ini dari kabilah Qais.
Oleh karena pencapaian Ibnu Zubair ini menyebabkan sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Ibnu Zubair adalah Khalifah yang sah di masa itu. Dan Marwan bin Hakam dianggap sebagai pemberontak, dan tidak diakui sebagai Khalifah. Begitu juga Abdul Malik bin Marwan barulah diakui sebagai Khalifah setelah meninggalnya Ibnu Zubair dan setelah tercapainya kesepakatan antara kaum Muslimin.
Terlepas dari kontroversi mengenai keabsahan khalifah Marwan bin Hakam dia pun memiliki banyak tugas diantara tugasnya yang antara lain adalah menyelematkan kedudukannya dan mengembalikan orang-orang suku di Jazirah ke dalam kekuasaannya. Pertempuran Marj Rahit pada bulan Muharram 65 H, dimana Ad Dahhak beserta pengikut-pengikutnya tewas. Maka seluruh daerah Syam dikuasai penuh oleh Marwan.
Kemudian Marwan menuju ke Mesir dan menaklukkannya, sehingga penduduk disana juga memberikan bai’at kepadanya, kemudian menjadikan Abdul Aziz sebagai gubernur di Syam. Kemudian dikirimnya Amru ibu Said ibnu Ash ke Palestina yang telah diserbu oleh Mush’ab ibnu Zubair. Dalam pertempuran yang terjadi disana Amru memperoleh kemenangan. Tetapi ajal Marwan telah datang memburunya sebelum Ia dapat melihat hasil perjuangan yang telah dimulai pula di Hijaz dan Irak.
Marwan adalah seorang yang bijaksana, berpikiran tajam, fasih berbicara dan berani. Ia ahli dalam pembacaan Al Quran. Dan banyak meriwayatkan Hadits dari para sahabat terkemuka , seperti Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan.
C.    Akhir Pemerintahan Marwan bin Hakam
Marwan bin Hakam hanya sebentar dalam menduduki kursi kekhalifahan yakni tahun 64-65 H atau 684-685 M. Dalam masa pemerintannya yang hanya satu tahun tersebut dia mengalami banyak pemberontakan yang dilakukan oleh kaum Khawarij dan Syi’ah serta perlawanan dari penduduk-penduduk Syam, Hijaz, dan Mesir serta Bangsa Arab lainnya.
Selain itu dia juga merupakan khalifah yang melahirkan penguasa-penguasa yang menjadi puncak kejayaan dalam sejarah peradaban islam ketika daulah bani Umaiyyah berkuasa. Dan untuk mengukuhkan jabatan khilafahnya itu, Marwan bin Hakam yang sudah berusia 63 tahun kemudian mengawini Ummu Khalid yakni ibu Khalid bin Yazid atau saudaranya Muawiyyah II. Meskipun dalam perkawinan itu sangat kental dengan aroma politik. Karena dengan mengawini janda Yazid, Maka Marwan bermaksud menyingkirkan Khalid atau saudara dari Yazid dari tuntutan khilafah.
Dalam suatu kesempatan, Marwan sempat memberikan ejekan kepada Khalid dan ibunya. Akibatnya fatal yang kemudian Ummu Khalid menaruh dendam yang luar biasa pada Marwan bin Hakam. Dan pada suatu kesempatan ketika Ummu Khalid mendatanginya bersama para dayang dan kemudian Ummu Khalid pun membunuh Marwan bin Hakam dengan mencekik lehernya ketika dia dalam keadaan tidur. Marwan meninggal pada bulan Ramadhan dalam usia 63 tahun. Ia hanya menjabat sebagai khalifah selama 9 bulan 18 hari. Dan kemudian tahta kekhalifahan pun diwariskan pada anaknya yang bernama Abdul Malik.[3]




[1] Khoiriyah, sejarah islam¸ halaman 72.
[2] Syalabi, sejarah kebudayaan islam, halaman 52
[3] Syalabi, sejarah kebudayaan islam, halaman 54.

4 komentar: